Diberdayakan oleh Blogger.

Popular posts

Pengikut

Rabu, 09 Januari 2013

Dua Hati : Part Two

Matahari telah menampakkan sinarnya, memberikan kehangatan dan membuang dinginya malam. Terdengar dari ujung kamar suara kecil dan ketokan pintu, itu adalah mbok latsmi yang setiap hari selalu membangunkan kami berdua.

Berat mata ini untuk terbuka karena aktifitas berat yang sepanjang malam telah aku lakukan bersama istriku. Tapi harus kupaksakan karena hari ini aku harus tetap kerja.

Ku putar shower, dan kurasakan air hangat yang menyirami tubuhku seakan menjadi terapi untuk membangkitkan lagi semangat hari ini. Dan siap untuk melakukan aktifitas kembali.

Ponselku berdering, rupanaya orang kantor yang menelphon.
“Pagi, Bapak Rio. Bagaimana istirahatnya tadi malam!.”
“Maaf Pak, saya menghubungi bapak pagi-pagi. Saya juga baru mendapat berita ini.”
“Bahwa bapak hari ini ditunggu oleh klient kita dari singapura, untuk secepatnya bertolak ke Singapura segera setelah berita ini di sampaiakan.”
“Bapak juga rencananya akan menemui klient kita dari beberapa Negara yang kebetulan satu minggu ini mereka disana.”
“Tiket dan akomodasi serta bahan presentasi sudah saya siapkan, bapak tinggal berangkat ke bandara dan saya akan mengantarkan dan menemani bapak selama bapak di Singapur.”
“Oh…iya pesawat akan boarding nanti jam 9 pagi, saya tunggu di bandara,Pak.”

Ku lihat istriku masih terlelap tidur, berat hati ini untuk berpisah dari istriku walau hanya seminggu. Tapi apa boleh dikata ini sudah tugas kantor. Ku usap lenganya dengan lembut dan ia pun terbangun, ku katakana rencanaku dan ia pun mengiyakan dan mengijinkan. Ia langsung bangkit dari tidurnya dan langsung menciumi bibirku dengan lembut.

Dari caranya mencium, kurasakan ada rasa yang tak ingin ditinggalkan. Dan aku memahami hal ini. Ku balas ciumanaya , tapi tak terlalu lama karena aku harus bersiap-siap.

Ku lihat jam di tangan menunjukkan angka 8.30 aku sudah berada di bandara dan istriku tak dapat mengantar karena dia harus bekerja. Dan sekretarisku masih belum juga terlihat. Terpaksa aku harus menunggu.
Dari jauh ku lihat sekretarisku yang nampak tergesa-gesa dan membawa begitu banyak bawaan.

“Maaf Pak Rio, saya telat karena saya harus mempersiapkan bahan dan mengurus akomodasi terlebih dahulu.”

Aku hanya menganggukkan kepala, aku tahu posisinya saat ini.

3 jam kemudian pesawat yang kami tumpangi landing di bandara changi, Singapura. Kami telah di jemput oleh mobil travel lengkap dengan guideya.

15 menit perjalanan dari bandara, telah sampailah kami di sebuah hotel berbintang lima yang disiapkan oleh kantor. Sekretarisku telah memesan dua kamar yang saling bersebelahan, demi menjaga keprofesionalitas kerja kami.

Sekretaris ku bernama Indah, ia masih muda sekitar 24 tahun dan belum memiliki suami. Ia adalah sosok yang menyenangkan, ia cerdas dan mudah komunikasinya, tak heran banyak project kami yang gol akibat kepiwaian dia dalam menghendel urusanku.

Sosoknya begitu cantik, dengan tubuh yang tak terlalu tinggi sekitar 160CM. Rambut panjangnya selalu menjadi cirri khasnya, setidaknya selama setahun setengah ia bekerja bersamaku tak pernah sekalipun ia memangkas pendek rambutnya. Wajahnya tirus dan matanya begtiu indah.

Aku heran mengapa sampai sekarang ia belum juga memilki pasangan hidup. Padahal ia sosok mendekati sempurna yang pernah aku tahu setelah istriku tentunya.

Setelah istirahat 2 jam, kami bertemu klient kita dan membahas kerja sama, di bidang advertising tentunya untuk lebih membuka sayap di dunia internasional. Lama juga kami saling mempresentasikan visi dan misi perusahaan masing-masing. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk bergabung dengan perusahaan kami, itu tak lepas juga dari campur tangan Indah sang sekretaris

Malam telah menyelimuti kota singapura, tapi kemegahanya malah semakin terasa. Permaian cahaya dan gemerlapnya suasana kota semakin menambah cantik keeksotisan Negara singa ini. Kami habiskan waktu kami dengan makan malam di sebuah restoran di tepi laut dan langsung berhadapan denga ikon Negara ini. Suasana semakin indah di temani kerlipan lampu-lampu dari gedung-gedung pencakar langit.

Indah menceritakan kehidupanya saat ini, termasuk mengapa ia belum juga memilki pasangan saat ini. Ternyata dipicu oleh masalah saat ia masih duduk di bangku kuliah, Ia pernah diperkosa oleh sekelompok mahasiswa. Itu mengapa ia sedikit trauma terhadap pria. Ia meneteskan air matanya sembari melanjutkan ceritanya.

Melihat hal itu, ku sodorkan sapu tanganku dan ia menerimnya dan langsung mengusap air mata yang terus meleleh.

“Ok. Sorry aku tak bermaksud untuk mengingatkan kejadian itu.”
“Enggak, tidak apa-apa. Saya sudah sangat percaya terhadap Bapak makanya saya berani untuk menceritakan kisah silamku ini.”

Kamipun semakin hanyut dengan suasana, kupeluk Indah dan ku belai rambutnya. Air matanya masih meleleh, ku usap dengan jempolku dan ia malah mempererat pelukanya terhadapku. Cukup lama kami saling berpelukan hingga kami tersadar ketika ponselku berdering. Ternyata istriku menelepon, ternyata ia sudah kangen katanya.

Malam semakin larut, udara dingin mulai menggelitik pori-pori, walau tak telalu menusuk. tapi kami harus menyudahi makan malam ini dan mempersiapkan bahan untuk bertemu klient besok. Ku antarkan dia hingga pintu kamar hotel, kupersilahkan ia masuk dan kututup pintu kamarnya.

Ku buka pintu kamarku dan lagsung ku kunci. Ku tanggalkan seluruh pakainku dan lagsung berendam air hangat. Sangat menenangkan hingga aku tertidur di dalamnya. Dari kamar terdengar suara ponselku berdering, ternyata istriku menelepon lagi.

Malam ini ia kesepian dan ingin ditemani, ia sedang di puncak nafsu karena membayangnkan aku yang sedang mengentotinya semalam. Akhirnya kami melakukan hunbungan intim dengan perantara telepon, Aku loadspeaker ponselku.
“Mas….enak mas terus mas.”
“Kontolmu besar, enak banget rasanya.”
Ia melakukan dildo dengan penis karet yang aku belikan waktu kami liburan di Bali. Semakin lama desahan dan erangan hebat keluar dari mulutnya. Tak ingin kalah denganya aku pun mengocok penisku diatas ranjang dan kubuka lebar tirai kamar hotelku. Dari lantai 18 kamar hotelku, kulihat view kota metropolis Singapura. Menambah gairah kocokanku.

“Mi….Ough….yeh….Oh…”
“Shshhhhh…..shhhsssss..”
“Ohhh…….Ahhh…ahhh…mas….”

Suara kami saling bersahutan, hingga kamar hotel serasa berada di kamar sendiri. Disaat puncak nafsuku, aku terkejut dengan suara ketukan pintu. Sementara terdengar teriakan panjang terdengar dari ujung telepon, nampaknya istriku telah orgasme. Langsung ku matikan ponselku takut terdengar oleh orang di luar sana.

Dengan keadaan masih bertelanjang, langsung ku smabar piyama di atas meja. Ku buka pintu ternyata Indah yang masih berpakain lengkap seperti pada waktu makan malam.

“Maaf, Pak kalau mengganggu waktu istirahat Bapak.”
“Ada yang ingin saya diskusikan dengan Bapak.”
“Tapi kalau Bapak, merasa terganggu, mungkin bisa besok saja.”
“Oh..maaf, saya sudah berantakan kayak gini.”
“Eh..iya silahkan masuk.”
 Aku begitu gugup, bukanya apa tapi aku takut ia mengetahui apa yang tadi aku lakukan di kamar ini, apalagi ranjangku berantakan semua dan tirai jendela masih terbuka lebar belum sempat aku untuk menutupnya kembali.

Ternyata bukan aku saja yang merasa canggung , Indah pun merasa demikian. Apa mungkin ia bisa menebak apa yang aku lakukan. Ia mebuka laptop dan menghidupkanya dan membuka file yang akan didiskusikan. Ia melempar beberapa pertanyaan kepadaku dari beberapa tulisan yang dia tidak mengerti, akupun mendekati nya dan menunjuk beberapa tulisan di monitor, wajah kami saling berdekatan. Ku rasakan nafasnya yang sedkit tidak teratur keluar dari hidungnya. Dan aku pun menoleh kearahnya, hingga mata kami bertemu dalam pandangan. Ku lihat pandanaganya penuh dengan harap, akhirnya ku beranikan diri untuk mendekatkan bibirku kearah bibirnya lebih dekat dan akhirnya ku cium bibirnya.

Benar juga ia hanya diam, walau bibirku telah menyentuh bibirmya. Tak sedikitpun ia membuka bibirnya untukku. Apakah ia tak mau atau memang lugu, tapi mengapa ia tak melepasnya.

Ku pandang tajam matanaya, yang ada hanya tatapan hampa. Mungkinkah dia masih bingung dengan ulahku. Ku lepas ciumanku, tak satupun kata-kata yang ia keluarkan hanya tetesan air mata yang keluar dari kedua matanya. Kupeluk erat tubuhnya dan ia semakin terisak.
“Maafkan aku, aku hanya teringat sama istriku.”
“Kalau memang ini menyakitkanmu, baiklah akuakan keluar dari kamarku.”

Baru kulangkahkan kaki, ia memngilku dan lagsung memeluk erat tubuhku. Begitu bingung aku dibuatnya, kalau memang ia tak mau melakukanya, mengapa ia malah menghampiriku. Rambut indahnya kubelai lembut, ku raih dagunya dan kucium kembali bibirnya. Kali ini ia membuka sedikit bibirnya, itu berarti ia mulai menikmatinya.

Lumatan demi lumatan aku lancarkan. Akhirnya dia merespon lumatanku juga walau tak seliar istriku, ternyata dia memang gadis lugu. Ku rasakan sensasi yang luar biasa darinya, sesuatu yang beda dari istriku. Setiap lumatan memberikan nikmat yang luar biasa.

Tanganku meraih kancing bajunya, dan seketika ia menampiknya. Ku genggam tanganya seolah memberitahukanya bahwa tak akan terjadi apa-apa. Tanganya pun mulai melemas dan dengan leluasa aku buka satu persatu kancingnya tanpa melepaskan lumatan di bibirnya.

Kini tak selembar kainpun menutupi dadanya, kulihat payudara yang segar, masih kenyal kelihatanya dan putingnya berwarna merah muda. Sungguh sangat indah, sayang kalau tidak pernah di eksplorasi. Ku lepaskan bibirku dari bibirnya. Ia hanya diam melihat aksiku, seorang yang begitu terpandang dan memilki jabatan tinggi di kantor bisa berbuat sampai seperti ini terhadapnya.

Tapi inilah nafsu, tak kenal jabatan, golongan, agama bahkan gender sekalipun. Ketika nafsu yang bicara, semua akan terasa putih tak berbeda. Dan yang membedakan hanyalah rasa nikmat yang dirasa.

Ia hanya diam ketika tanganku meraba payudaranya. Benar perkiraan ku, payu daranya begitu kenyal masih padat, kiranya belum pernah terjamah oleh tangan nakal kaum pria. Tapi kali ini, aku dipersilahkan olehnya untuk menyentuh, meraba dan merasakan keindahan payudaranya.
Walau tubuhnya sedikit berontak, tapi matanya mengisyaratkan untuk melakukan lebih. Mungkin dalam hatinya sedang berkecamuk, antara rasa bersalah dan nikmat sensasi yang dirasa.

Ku arahkan tubuhnya ke ranjang dan ia pun menurutinya. Ku rebahkan tubuhnya yang putih dan langsung ku naiki. Ku lepas piyamaku dan ia sedikit tertegun melihat tubuh dan penisku. Apalagi Penisku dalam posisi sempurna, tegak menjulang dan guratan-guratan saraf menhiasi batangnya. Tak peduli ia suka atau tidak, ku tindih badanya dan tanganku menggerayangi payudaranya sementara bibirku kembali melumat habis bibrnya.

Lama kami bergumul dalam nafsu, kini saatnya aku melakukan sesuatu yang lebih dahsyat dan nikmat dari yang ia rasakan saat ini. Ku tarik ujung roknya hingga melipat ke atas, Paha indah menyambutku dan di tambah gundukan yang tetutup oleh cd merahnya.

Segera ia mengambil kembali bajunya dan menutupkanya di dadanya. Seketika itu ia menangis kembali.

“Maaf Pak, saya tidak bisa melakukannya.”
“Saya masih takut untuk melakukanya.”

“Oke, aku tidak akan memaksa mu. Tapi maafkan aku.” Lagsung ku sambar celana dan kemeja, ku kenakan dan langsung keluar dari kamar. Aku menuju café hotel dan memesan cappuccino hangat untuk menenangkan diri. Kenapa aku dibuatnya buta, aku sudah beristri dan dia sekretarisku. Mana mungkin aku menyalah gunakan kepercayaan istriku. Istriku begitu mencintaiku.

Semakin kuingat semakin membuatku merasa bersalah. Ku teguk secangkir cappuccino hangat, lumayan sedikit menenagkan hati dan pikiranku. Kulihat sudah pukul 12 malam, suasana café begitu sepi hanya tinggal sepasang turis yang sedang asyik bergurau dan beberapa pelayan café yang sibuk di belakang meja.

Ku putuskan unutk keluar hotel, sekedar mencari udara segar walau hanya mengenakan kemeja. Ku susuri pedestrian singapura yang sepi, hanya nampak kendaraan pribadi yang lalu lalang di jalan raya. Sebatang rokok menemani langkahku, aku berhenti di sudut taman yang remang, pohon-pohon besar mengapit sudut taman sehingga gemerlap cahaya lampu kota tidak dapat menembus dedaunan pohon dengan sempurna. Yang ada hanya lah siluet bayangan pohon dan tanaman kecil.

Ku duduk di atas bangku taman, sesekali ku hisap batang rokok ku . Udaranya lumayan dingin tapi aku tak mungkin kembali ke kamar. Ku lihat sepasang pria dan wanita yang sedang asyik berciuman di bawah rindangnya pohon.

Ponselku tiba-tiba berbunyi kembali, ku lihat ternyata istriku menelepon lagi.
“mas….aku kagen lekas pulang ya!.”
Tut…tut…tut…Tiba-tiba mati. Aku semakin merasa bersalah, mengapa harus seperti ini. Ku nyalakan korek dan kusulutkan pada sebatang rokok di mulutku. Ku hisap panjang lalu aku keluarkan, walau tak bisa menenangkan hati dan pikiranku.

Ku putuskan untuk kembali ke hotel, berharap Indah sudah kembali ke kamarnya. Semakin mendekati pintu kamar semakin berat kaki ini untuk melangkah, aku takut jika dia masih berada dikamar dan aku takut jika aku tidak dapat menahan nafsuku kembali.

Ku buka pelan pintu kamar, kulihat sekeliling dan tak seorang pun terlihat di kamar. Aku lega ternyata dia sudah kembali. Semakin masuk lebih dalam semakin ku dengar sayup-sayup suara tangis dan guyuran air. Ku pahami betul suara itu, akupun tersadar mungkinkah indah yang menangis di dalam kamar mandi. Segera ku ketuk pintu kamar mandi, tapi tak ada jawaban. Ku panggil namanya ia pun tak menjawab yang ada hanyalah suara isak tangis.

Akhirnya ku buka pintu nya yang tak terkunci. Ku lihat ia duduk diujung shower, tanpa berfikir panjang lagi ku hampiri dia dan kepeluk tubuhnya. Baru ku sadari ternyata ia telanjang dada hanya mengenakan rok saja.

Tapi apa boleh dikata, ia sekarang butuh sandaran. Ia membalas pelukanku dan menagis di pundakku. Ku matikan showernya dan kuangkat tubunhya. Ku tutupi badanya dengan handuk dan ku bawa ia ke kamar. Ku bawakan ia secangkir teh hangat , ia hanya menangis.

Tak tahu harus melakukan apa untuk menenangkannya. Ku suruh dia untuk ganti baju yang kering dan ia mengiyalan, ku ambil kemeja berlengan panjang dan sebuah celana pendek dari koperku.

Sekarang ia lebih tenang, ku persilahkan ia tidur di ranjangku dan kuselimuti dia. Akhirnya ia pun tertidur juga. Melihat ia tertidur, ku lihat di ujung ranjang sebuah laptop yang masih menyala, mengingatkanku akan sebuah pekerjaan yang sempat belum terselesaikan. Ku ambil dan segera ku selesaikan karena besok aku akan bertemu dengan klient berikutnya.

Ku lihat jam, ternyata sudah pukul 3 pagi tapi belum kelar juga materi yang aku kerjakan. Ponselku kembali berdering dan aku pun terkejut, ternyata aku tertidur sambil duduk. Istriku kembali menelepon, Ia hanya mengucapkan selamat pagi. Tak mungkin aku ceritakan kejadian tadi malam kepada istriku.

Kami breakfast di restoran hotel, ia hanya terdiam bahkan makanan tak ia sentuh sedikitpu hanya mempermainkan garpu dan pisau diatas makanan. Ku pegang tanganya dan ku pandang kedua matanya dan berkata.
“Sudahlah, kita harus segera menyelesaikan tugas kita.”
“Waktu kita masih tiga hari lagi, Kita harus melupakan kejadian semalam.”
“Aku minta maaf, ini semua salahku. “

“Iya Pak, aku sudah merelakankan kejadian semalam.”
Mendengar jawabanya, aku hanya terdiam. Apa maksudnya merelakan, apa mungkin ia juga menikmatinya atau bahkan ingin melakukanya lagi.

Mobil jemputan kami sudah datang. Kembali kami menyusuri jalanan kota singapura yang sangat tertib dan lancar. Mobil kami berhenti di sebuah kawasan Pecinan, tepatnya di sebuah bangunan tua dengan arsitektur khas tionghoa yang didominasi warna merah dan dipoles dengan sentuhan modern. Sebuah perusahaan local yang ingin memasarkan produknya di tanah Indonesia. Sehingga mereka butuh iklan yang bisa langsung dapat mengena masyarakat Indonesia.

Seperti presentasi sebelumnya, kali ini justru sukses besar. Mereka sangat menyukai materi iklan yang kami tawarkan dan langsung setuju untuk bekerja sama. Lebih cepat dari pada perkiraan kami tanpa harus mendetilkan panjang lebar lagi.

Karena schedule lebih cepat dari yang diperkirakan, guide kita menawarkan untuk mengunjungi bianglala berukuran raksasa atau yang dikenal dengan nama Singapore flyer. Kami pun langsung menyetujuinya, itung-itung melupakan masalah kemarin malam.

Walau hari ini bisa dibilang hari kerja, tapi suasana ramai masih terlihat di gerbang utama. Maklum sekarang bulan Juni. Tapi hanya di dominasi turis manca, kebanyakan sih orang-orang kulit putih. Sedikit antri tapi tak apalah dari pada tidak mencobanya.

Akhirnya giliran kami untuk menaiki salah satu kapsul yang siap mengantar kami berputar naik keatas dan menyaksikan kota singapur dari ketinggian. Ternyata Guide kita tak mau untuk gabung, akhirnya terpaksa kami harus berdua saja didalam.

Kami hanya terdiam, akhirnya aku memulai pembicaraa agar suasana tidak terlalu kaku. Dan dia akhirnya mau ngobrol dengan ku lagi. Suasana pun mulai cair, posisi kami pun semakin dekat. Tiba-tiba ia memgang tanganku dan bilang terima ksih. Aku bingung terima kasih atas apa?. Ia pun menjawab, ia berterima kasih atas pengertian ku tadi malam.

Mendengar jawabanya, kulihat wajahnya mulai memerah dan sedkit tertunduk. Ku sentuh dagunya dan ku angkat wajahnya, ia malah tersipu malu. Tak kusadri wajahku semakin lama semakin dekat denganya hingga hembusan nafas dia begtiu terasa. Ia pun memejamkan matanya pertanda ia ingin mendapatkan kembali sensasi malam itu yang tiba-tiba usai tak ada ujung.

Ku cium lembut bibirnya dan ia pun membalasnya, sekarang ia telah banyak belajar walau tak sehebat istriku tapi lumayan bagi seorang yang baru mendapatkan pengalaman. Lama kami bercumbu, hingga tak memperdulikan panorama indah di puncak bianglala.

Aksi ciuman kami berujung pada malam yang tak pernah terlupakan, dengan lembut ia memperlakukan aku seakan aku adalah seorang kekasih hatinya, tak peduli statusku yang telah beristri. Berkali-kali aku meminta maaf dalam hati terhadap istriku karena menghianati kesucian cintanya.

Kamar hotel menjadi saksi, bahwa jika nafsu telah berbicara tak akan terbentang penghalang walau tak terikat ikatan suci perkawinan.

Malam ini ia begitu pasrah ketika ku jamah payudaranya dan ku jilati putingnya, yang ada hanya desahan nikmat dari mulut mungilnya. Tak ada oral malam ini karena aku takut ia akan merasa risih, kujaga benar perasaanya hingga saat akan penestrasipun aku menunggu persetujuan darinya.

Ku perlakukan ia bak seorang ratu, tak ada gerakan yang menyakitkan. Yang ada hanyalah gerakan lembut penuh nikmat. Ku masukkan penisku kedalam Vaginanya, awalnya memang dia sangat tegang, ku beri kepercayaan ia denga sentuhan lembut di mulut vaginanya dengan kepala penisku hingga dengan sendirinya ia membuka kedua pahanya.

Pelan tapi pasti, Vaginanya sudah penuh sesak dengan Penisku, Ia merasakn sakit terbukti dari teriakan kecil yang keluar dari mulutnya. Lubang vaginanya terlalu sempit untuk menampung penisku yang berukuran besar. Alhasil tak kurang dari separu batang penisku yang bisa masuk di vaginanya. Itu pun dengan usaha yang luar biasa hingga keringat ku mulai bercucuran.

Setelah yakin merasa nyaman, baru ku goyangakan pantaku maju mundur seirama batang Penisku yang keluar masuk mulut Vaginanya. Tanganya memegang erat sprey, jari kakinya menegang dan bibir atasnya ia gigit, ia begitu merasa tegang ketika ku mulai menggerakkan batang penisku. Ku hentikan aksiku, tapi Penisku masih tertancap di vaginanya lalu ku jilati putingnya agar ia sedikit merasa tenang.

Ku raih tanganya dan ku pegang jari jemarinnya, supaya ia percaya padaku bahwa akan menyenangkannya bukan malah menyakitinya. Pelan-pelan ku gerakkan Penisku maju mundur, tanganya terasa mencengkeram erat jari-jari ku. Tapi hasil dari kesabaranku pun terbayar, ia sedikit demi sedikit mulai merenggangkan cengkramannya dan ku rasakan yang sejak awal lubang Vaginanya terasa sempit kini sedikit terbuka dan tak lagi sesak oleh Penisku.

Ku lepaskan genggaman ku dari tanganya, ku tegakkan tubuhku dan kuangat kedua kakinya dengan tanganku, semakin membuat penisku ini masuk semakin dalam dan luar biasanya vaginanya dapat menampung hamper seluruh batang penisku, sebuah sensasi yang luar biasa yang belum pernah aku rasakan ketika bersama istriku.

Gerakan ku semakin cepat dan Dia hanya memejamkan matanya dan sesekali mulutnya mendesah keenakan, desahanya tidak lepas mungkin ia masih merasa canggung denganku. Keringat ku sudah membanjiri seluruh tubuhku bahkan Indah pun demikian.

Semakin lama semaki nikmat rasanya, hingga ucapan yang keluar dari mulutku sudah tak karuan lagi. Ku hentikan aksiku dan kulihat ada kekecawaan dalam wajahnya, ku buat ia semakin penasaran hingga ia merasa ketagihan.
Ku lanjutkan aksiku, ku raih tanganya seolah memberikan isyarat kepadanya untuk segera berdiri. Ia pun bangkit dari tidurnya. Mukanya semakin bingung, entah apa lagi yang aku lakukan terhadapnya pikirnya. Ku gendong dia dan tangannya melingkar di leherku. Inilah keuntungan aku memilki tubuh besar, ku masukkan kembali Penisku, ku naik turunkan tubuhnya dengan tanganku dan secara otomatis penestrasi terus menerus.

“Ah…Ah,….Ah…..”
“Aaaaahhh……”
Kali ini ia benar-benar menjerit keenakan, ia sudah tak bisa mengontrol nafsunya Semakin aku angkat semakin keras jeritanya. Payudaranya bergerak naik turun seiring gerakan tubuhny seolah memukul mukul dadaku. Ku hentikan gerakan tanganku agar aku bisa merasakan kekenyalan payudaranya. Kali ini giliran pinggulku yang bekerja, tanpa mengangkat badannya aku masih bisa melakukan penestarsi dengan menggoyangkan pinggulku dan memasukkan penisku di Vaginanya, sementara tanganku hanya mempertahankan posisi badanya. Dengan posisi seperti ini aku leluasa ngentotin dia dan merasan kekenyalan payudaranya.

“Oughh….Arghh…..Arghh….”
Akupun orgasme bersmaan dengan keluarnya spermaku didalam Vaginanya, kurebahkan badanya di atas ranjang. Nafas kami begitu memburu hingga dada kami terlihat kembang kempis.

Seketika itu, ia pun mulai menangis. Ia taku hamil karena spermaku masih didalam vaginanya. Aku pun terkejut, mengapa tak aku keluarkan tadi, mengapa tak memakai pengaman. Suasana berubah menjadi kalut, aku pun bingung tak mungkin aku bisa bertanggung jawab karena istriku pasti akan sangat terluka dan kecewa terhadapku.

Ku peluk tubuhnya yang masih berkeringat, dan dengan berat hati aku hibur hatinya dan mengatakan akan bertanggung jawab atas semuanya. Tapi sebenarnya dalam hatiku tak tahu harus berbuat apa.

Ku baringkan kembali tubuhnya, kusuruh untuk istirahat agar besok bisa melanjutkan pekerjaan dan untuk masalah ini biar aku yang akan bertanggung jawab atas semuanya. Mendengar penjelasanku ia pun tertidur. Aku semakin bingung tak mungkin aku menyakiti istriku yang sangat aku cintai dan tak mungkin pula aku menyakiti hati Indah karena kesalahan ku.

Malam semakin larut tapi mata ini tak kunjung terpejam, khayalanku masih membayangkan keributan yang akan terjadi jika Indah benar-benar akan hamil.

Kusulut sebatang rokok, dan kembali aku menghisapnya. Setiap terjadi masalah aku selalu menenangkan diri ku dengan menghisap rokok. Bahkan jika tak kunjung tenang juga aku biasa minum alcohol agar lebih tenang, memang tak akan menyelesaikan masalah tapi setidaknya aku bisa istirahat sejenak.

Matahari telah menampakkan sinarnya, tapi mata ini tak juga bisa terbuka apalagi badan ini terasa berat mungkin kecapaian karena semalam. Ku rasakan suara Indah membangunkanku, tanganya pun mebelai lembut punggungku. Mendpat perlakuan seperti ini rasa capek dan kantukku sirna sudah.

Ku buka mataku, kecupan manis di kening menyambutku. Ternyata ia sudah berpakaian rapi. Ia memintaku untuk segera mandi dan bergegas bersiap-siap karena sejam lagi kami harus bertemu dengan Mr.chang, pengusaha dari China yang sedang melakukan kunjungan kerja di Singapura.

Seperti pertemuan dengan klient sebelumnya, presentasi dan penawaran berjalan mulus walau sedikit alot. Walau waktu kami tinggal sehari lagi di sini tapi pekerjaan telah kami rampungkan lebih cepat dari perkiraan.

Sehingga kami punya waktu sehari untuk bersenang-senang. Kami memutuskan untuk pergi ke pulau bintan sebelum kembali pulang. Dan disana, aku merasa seakan berbulan madu yang kedua kalinya tapi bukan dengan istriku melainkan dengan sekretaris ku tercinta. Aku mencintai istriku dan aku juga sayang dengan sekretarisku, maafkan aku karena telah mempermainkan kalian berdua.

Seperti rencana kami, ketika kembali sekan tak pernah terjadi sesuatu, dan istriku menjemputku di bandara dengan sambutan ciuman hangat. Melihat itu sepertinya Indah merasa sedikit cemburu.

Dan kehidupanku kembali normal seperti sebelum aku berangkat ke Singapura. 
Bagikan Artikel Ke FbBagikan

POSTING BERKAITAN



TEMPLATE DESIGN BYm-template | by:bagas96

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Tips n Trick...

Blogroll

Link view...

About